Kamis, 07 Juli 2016

Short Story

Other than making reviews or resensi, aku juga hobi bikin cerpen a.k.a short stories, actually, kebanyakan dari mereka buat diikutin lomba cerpen, jadi.. emang masih kekanak-kanakan dan kacau banget'-')

Kebanyakan cerpen ini masih butuh banget perbaikan, dan peringatan : cerita mereka agak-agak gaje.

So, here we go :

Menceritakan tentang dua anak kembar dengan karakter pem-bully kelas kakap yang hobinya tengkar terus di sekolahan sampai akhirnya sebuah kejadian khusus menghentikan pertengkaran keduanya untuk selamanya. (Enggak se-klise bacaannya kok, tenang saja)

SMA Aksi punya jumlah preman sekolah tak terhingga di sekolahan, tak terkecuali Athena, si cewek berangasan yang akhirnya naik pangkat jadi ratu preman sekolahan setelah mengalahkan raja preman yang sebelumnya. Namun, semuanya tak seindah pemikiran Athena saat ia harus bertarung dengan Medusa, si ratu preman sekolah tetangga sebelah!

Satsuki-sensei bukan guru bahasa Jepang biasa, mungkinkah beliau punya pekerjaan sampingan lain yang lebih berbahaya? Atau mungkinkah, mengajar bahasa Jepang hanyalah kedoknya semata?

Sudah lama Eva Valera nge-fans dengan girlband Belanglicious. Setelah beberapa lama menggemari anggotanya, Belanglicious akhirnya mengadakan audisi untuk mencari anggota baru. Eva yang perfect, jago menari, jago menyanyi, serta punya muka bak superstar begini tanpa berpikir langsung saja ikutan, mana mungkin ia gagal?

Dengan proporsi tubuhnya yang diatas rata-rata cewek-cewek normal, Ella berharap eksistensi dirinya bisa kasat mata di sekolahan, namun, sejak digotong Rey, si primadona sekolah saat jatuh dari tangga, seketika saja hidupnya tiba-tiba berubah.

Mungkin kami berempat memang bego banget. Akibat kelewat kepo dengan legenda tangga sekolahan yang kabarnya paling horor satu sekolahan, kami melakukan salah satu tindakan yang paling mengerikan seumur hidup kami dan terpaksa berhadapan dengan roh salah satu kawan kami yang berminat balas dendam!

Daaan, itulah cerpen-cerpen yang baru saja kubuat. Sekali lagi, kuperingatkan : cerita-cerita mereka benar-benar gaje banget dan kalau beneran kepo dengan ceritanya atau nggak kuat kepengen meng-kritik habis-habisan, silahkan tekan tombol komen di bagian bawahnya, hahaha.

Resensi

Resensi is my way to tell people that these books are INSANELY AWESOME. Every novels has definitely their own way to impress me but, these are the books that are making me crazy with their own-novel-way^^

And here are all of my review of novels that you could easily read (masih ngga banyak sih, tapi, just bear with it, I'm gonna upload more after this~) :

1. Rubrik Kata Katya by Primadonna Angela

2. Golden Bird Ultimate by Luna Torashyngu

3. Omen #5 by Lexie Xu

I will definitely do some other novels, so stay tuned!

Kamis, 21 Mei 2015

Those Stairs


Dua minggu lalu.
“Lisa…”
Aku bergeming di tempatku.
“Lisa.. kumohon..”
Aku masih tetap diam di tempat sambil tetap melakukan pekerjaanku. Pemilik suara parau yang memohon pertolonganku itu menatap mataku dengan kedua bola matanya yang tengah berlumuran darah. Tubuhnya yang kejang-kejang serta dipenuhi tusukan darah itu diangkut oleh balutan karung coklat. Sementara aku sendiri berusaha menguatkan hatiku atas perbuatan yang aku dan kawan-kawanku lakukan ini.
Aku tahu ini salah, tapi, tak ada yang bisa kulakukan sekarang ini. Legenda itulah penyebabnya! Dan kami tak punya pilihan lain!
Kudongakkan kepalaku, dan langsung menghadapi Dani, Megan serta Ren yang masih sibuk menggendong tubuh gadis ini, gadis yang pernah menjadi kawan kami.
Kami terus menggotong gadis itu, sebelum akhirnya sampai di lantai ujung asrama, lantai yang menjadi satu-satunya penghubung antara lantai tiga dan lantai empat asrama yang terkenal angker di seluruh jagat raya sekolahan.
Apakah ini hal yang tepat? Batinku.
Namun, sebelum sempat mendapat jawaban dari seluruh keraguanku itu. Dani sudah lebih dahulu memberi isyarat agar kami segera melemparkan karung berisi gadis malang ini dari atas tangga.
Dan saat itulah, berkat legenda anak tangga sialan itu, aku tahu hidupku takkan pernah sama lagi.
***
Aku tahu ada yang tak beres belakangan ini.
Sudah berhari-hari ini aku di hantui berbagai jenis mimpi buruk yang menerpa tidur lelapku. Baik malam di saat aku sudah lelah berkutat dengan seluruh tugas yang ada di sekolahan, atau bahkan di siang hari saat ketiduran di ruang kelas. Ditambah lagi, surat teror ini.
 “TANGGA LANTAI EMPAT. DUA MINGGU LALU. 12 MEI 2014.”
Sialan! Jelas-jelas ini menunjuk pada peristiwa yang kulakukan hari itu!
Sial-sial! Berkat surat-surat teror yang mengarah padaku setiap harinya, aku nyaris membuat diriku sendiri anemia akibat tak mau tidur.
Dan, yang menakutkannya, semua mimpi dan surat-surat itu mengarah pada satu tempat yang selalu berhasil membuatku mati kutu seketika. Satu tempat yang membuatku selalu ketakutan dan membuatku merasa harus membayar sesuatu yang telah kulakukan sebelumnya. Hal yang pernah kulakukan setahun lalu bersama sahabat-sahabatku.
“Sudahlah, Lis,” di tengah penuh ketakutanku, rupanya Dani berusaha memberiku semangat. “Itu sudah berlalu, dan semuanya aman-aman saja.”
Aku menatap Dani yang tengah menyeruput es tehnya di kantin dengan tatapan horor. “Tapi mimpi dan surat itu mendatangi gue setiap hari, Dan.” Keluhku, kemudian melanjutan. “Gue bisa gila kalau gini terus.”
“Itu hanya isengan belaka.” Dani mencoba menengahi. “Dan mimpi lo hanyalah kebetulan semata.”
“Isengan? Kebetulan? Jelas-jelas ini semua menunjuk pada peristiwa itu, Dan!”
Ren diam dan menatapku yang paranoid bukan main menyikapi hal ini. “Kelihatannya lo termakan legenda itu, Lis.”
Ya, jangan salahkan aku. Legenda itu-lah yang menyebabkan semuanya, legenda itulah yang mengatakan bahwa tangga di lantai empat asrama itu bisa merenggut nyawa seseorang di tengah hari, entah dari jiwa, mental atau psikis. Pokoknya, kecelakaan disana selalu disebabkan oleh legenda itu. Dan, legenda itu pula-lah yang membuat kita jadi seperti sekarang ini! Kita tak sengaja membunuhnya! Itu semua hanya karena kita ingin mengetes legenda itu!
Dan sialnya, aku mulai menganggap bahwa surat serta mimpi itu adalah bagian dari legenda itu. Legenda yang padahal ku-karang sendiri! Aku mulai menghadapi fakta bahwa aku tengah mempercayai kebenaran legenda itu.
“Tapi tetap saja, kita gak bisa tinggal diem meski ini hanya isengan belaka, Dan.” Megan mulai berbicara. “Kita harus cari tau siapa yang berani main-main dengan kita.”
“Itu juga niat gue.”
Kami berempat diam sejenak, sebelum akhirnya, Dani mengambil keputusan.
“Kita ke tangga itu malam ini.”
***
Aku tak tahu apakah ini hal yang benar untuk menyelidiki siapa yang berada di balik semua hal ini. Aku tahu perbuatan kami salah. Tapi, tak bisakah kami hidup dengan tenang seperti layaknya orang normal? Kejadian itu bukan kesalahan kami, kami hanya dipaksa dan tertekan akan segala hal ini. Kami—atau lebih tepatnya aku—ingin kembali hidup normal. Tanpa adanya legenda busuk macam itu, ataupun hal yang kami lakukan, semuanya sudah salah, semuanya sudah salah dari awal.
Sialan, kenapa aku bisa terlibat hal-hal seperti ini?
“Kita sudah sampai.”
Aku nyaris berteriak mendengar kalimat itu diutarakan dengan keras oleh Dani yang membawa senter. Gelapnya malam itu serta suara anak tangga yang berderik membuatku langsung kalang kabut dan berniat kabur seketika.
Tapi, tak bisa, kami-lah yang memulai semua ini, dan aku tahu, kami-lah pula yang harus menyelesaikannya.
Dani mengarahkan senternya ke bawah anak tangga, menuju ke arah persis area tempat gadis itu terjatuh dan diam tak bergerak lagi. Gadis itu sudah pasti tak mungkin selamat, mengingat tusukan-tusukan serta matanya yang telah dibutakan, tusukannya memang tak terlalu dalam tapi..
Astaga, bagaimana kalau gadis itu memang masih hidup?
Belum sempat mengucapkan kalimat itu ke kawan-kawanku yang lainnya, tahu-tahu saja teriakan Dani dan Ren langsung memecahkan suasana hening seketika. Tanpa perlu diaba-aba lagi, Dani dan Ren langsung saja terjatuh dari atas lantai tangga yang curam bukan main. Di dorong serta di tusuk oleh seseorang.
Darah merah langsung menguncur deras dari kepala mereka.
Setelahnya, giliran Megan yang berteriak, aku menoleh, lalu mendapati kedua mata gadis itu ditusuk, oleh seseorang dari belakangnya yang tak berhenti-henti memegangi tubuhnya, sebelum akhirnya melemparkan tubuh gadis malang itu ke tangga itu. Berguling-guling tak karuan sambil kesakitan sebelum akhirnya kepalanya bergabung dengan Dani serta Ren.
Kini, hanya tersisa aku seorang diri.
Aku memberanikan diri membalikkan badan. Dan tahu-tahu saja, aku yakin aku tengah berhadapan dengan sesosok wanita yang matanya telah dibutakan serta beberapa tusukan di perutnya yang telah membusuk, darah di baju gadis itu telah mengering, namun tetap saja mengeluarkan bau amis yang tak enak bukan main.
Meski demikian, aku jelas mengetahui sosok itu.
Itu sosok sahabatku sendiri, sahabat yang aku dan kawan-kawanku bunuh dua minggu lalu. Dan rupanya, meski dengan luka-luka yang kami buat, ia rupanya masih hidup di depan mataku untuk membalas dendam.
“Kamu jahat, Lisa…” suaranya tetap sama seperti sebelumnya, parau dan serak-serak. “Kamu membiarkan aku, dan membunuh aku? Kamu jahat…”
“Aku bisa jelasin semuanya,” aku berusaha menenangkan sosok itu.
“Gak! Gak ada yang perlu dijelasin!” ia berteriak kencang. “Legenda itu biang keladinya, tapi kalian yang memulainya-- kamu  yang memulainya! Aku gak akan seperti ini kalau kamu gak bersikeras ingin menyelidiki legenda ini!”
Nafasku langsung terengah-engah.
Benar, aku-lah penyebab semua kejadian ini.
Aku-lah yang ingin mengetes kebenaran legenda tangga ini.
Sebelum aku sempat berteriak ataupun merasa ketakutan, tahu-tahu saja ia langsung mendorongku kencang dari atas tangga, membuatku dan tubuh sosok itu langsung jatuh dari tangga lantai empat yang penuh dengan legenda. Dan akhirnya, aku menyadari bahwa darah mulai menguncur deras dari kepalaku.
Namun sosok itu tetap tak gentar, ia mendudukiku, kemudian, dengan sebilah pisau yang ia bawa, ia bersiap-siap menusuk kedua bola mataku. Sama seperti hal yang pernah kulakukan padanya dua minggu lalu.
Dan yang kulihat terakhir kali adalah anak tangga itu, anak tangga brengsek yang berisi legenda yang membuat hidupku takkan sama lagi. Sekarang, di masa lalu atau selamanya.

Rabu, 18 Juni 2014

Resensi Novel : Omen #5


Omen #5 : Kutukan Hantu Opera – Lexie Xu
Oleh : Fransiska Nikki

Penulis : Lexie Xu
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 376 Halaman
Harga : Rp. 75.000
ISBN : 978 – 602 – 03 – 0558 – 5

---

Rasanya belakangan ini judul buku Omen Series sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita semua. Ya, beberapa bulan belakangan, Lexie Xu terus-terus menghujani toko buku dengan novel Omen Series karyanya, diantaranya adalah Omen, Tujuh Lukisan Horor, Misteri Organisasi Rahasia The Judges, Malam Karnaval Berdarah, dan yang paling fresh serta terbaru, Kutukan Hantu Opera.

Nah, untuk sekarang, saya memilih membahas Kutukan Hantu Opera a.k.a Omen 5. Omen 5 jelas memiliki konflik intrik per karakter yang jauh lebih banyak di alur ceritanya dibandingkan dengan novel-novel sebelumnya dikarenakan tokohnya yang kelewat banyak. Yah, Lexie Xu memang sempat menjelaskan bahwa Omen 5 akan jadi novel yang menguak seluruh misteri di novel-novel Omen Series sebelumnya. Disini-lah, nyaris seluruh misteri dan tragedi di novel sebelumnya terkuak—saya bilang nyaris, bukan berarti seluruh jawaban dari pertanyaan para pembaca terjawab, ya—dan awal baru untuk novel Omen Series yang selanjutnya.

Omen 5 diawali dengan pertengkaran kecil Putri Badai dengan Damian Erlangga—salah satu karakter figuran dari Omen 4 yang pangkatnya naik setelah Omen 5 terbit—cowok itu rupanya terang-terangan memberi tantangan perang dari Kelompok Radikal Anti-Judges kepada Putri Badai yang notabene merupakan Hakim Tertinggi The Judges. Namun, di balik semua fakta itu, Damian, bukannya malah bertindak sebagai musuh, ia malah menggoda Putrid an selalu ready untuk menolong cewek itu dari masa lalunya serta tidak menutupi perasaan sukanya pada Putri Badai.

Namun, namanya juga Putri Badai, tentu saja tidak mungkin ia mencurahkan seluruh perhatiannya pada sikap Damian Erlangga yang kadang bertingkah seperti teman, dan kadang malah bertingkah seperti musuh. Putri Badai, bersama dengan Rima Hujan serta kawannya yang matre, Aria Topan—ditambah dengan Erika Guruh dan Valeria Guntur yang tidak resmi ikutan—harus memusatkan segala perhatannya pada acara teater Phantom Of The Opera yang diadakan oleh klub drama, dan didalangi oleh Nikki, si cewek dengan senyum mengerikan yang dicurigai sana sini dikarenakan keterlibatannya dalam acara karnaval sebelumnya, yang lebih parahnya, kali ini ia membawa sekutu baru yang memegang kartu AS dalam kehidupan Erika, yaitu Eliza Guruh.

Curiga dengan alasan Nikki mengadakan teater tersebut, kali ini Putri bersama dengan pengikut-pengikutnya mengadakan penyelidikan terhadap orang-orang mencurigakan yang dianggap berhubungan dengan Nikki serta Eliza, dengan cara mereka masing-masing tentunya. Namun, dalam novel kali ini, setiap karakter rupanya memiliki masalah tersendiri disamping adanya teater tersebut, seperti Putri Badai yang masih dibayang-bayangi masalah Dicky, mantan pacarnya dan Damian Erlangga yang terus-terusan pedekate dengannya tanpa peduli kanan kiri, atau Aria Topan yang bingung dengan percintaannya sendiri, Rima Hujan yang harus mati-matian mempertahankan diri dari Nikki yang hipokrit dan mengincar pacar tercintanya, Daniel, serta Erika Guruh yang hidupnya makin lama makin bokek sementara Eliza Guruh terus mendekatinya, dan yang paling memegang peranan dalam misteri novel ini, Valeria Guntur yang bermasalah dengan ayahnya, masa lalunya, serta ingatannya akan ibunya sendiri yang mungkin hanyalah kebohongan semata.

Teater Phantom Of The Opera terbukti menjadi adegan dimana segala permasalahan mulai terjadi, dimulai dari penganiayaan terhadap para siswa yang dulunya sempat menjadi otak permasalahan sekolahan yang terjadi, adegan hot Damian Erlangga dengan Putri Badai yang ditonton di atas panggung oleh seluruh siswa, belum lagi permasalahan batin Valeria Guntur yang seluruh penyamarannya terbongkar di depan umum. Semua hal itu jelas menjadi racikan yang mengejutkan di Omen 5. Sementara para dalang dari seluruh penganiyaan ini sebenarnya adalah seseorang yang dekat dengan Valeria, bos dari Nikki dan Damian. Musuh besar keluarga Guntur. Orang yang sama sekali tidak Valeria duga.

“Nggak setiap orang menyukai penjilat. Kalau ayahku menyukai penjilat, beliau nggak akan menyukai Aya, Rima, apalagi Putri Badai.”—Valeria Guntur, halaman 349.

“Nggak akan ada yang menyangka gue menjalankan rencana yang sama dua kali. Tambahan lagi, kali ini gue nggak menggunakan pameran pengganti.”—Eliza Guruh, halaman 367.

Wow! Standing applause dan empat jempol saya acungkan buat Lexie Xu. Novel Omen 5 yang satu ini dieksekusi dengan luar biasa menarik. Kalau ditanya mana yang paling saya sukai dari Omen Series, sudah jelas Kutukan Hantu Opera yang saya pilih. Disini, meski setiap karakter utama memiliki masalah sendiri, namun misteri dari cerita ini tetap menjadi sorotan utama yang benar-benar membuat setiap orang penasaran. Apalagi setiap bab selalu di narasi oleh karakter yang berbeda-beda, membuat saya menyadari karateristik setiap karakter-karakternya, contohnya Putri Badai yang jutek abis dan tak bisa dibantah, Rima Hujan yang nampaknya pendiam namun ternyata agak jahil dan bertanggung jawab, Aya Topan yang matre dan sebenarnya lumayan pedulian, Valeria Guntur yang setelah penyamarannya ketahuan langsung berubah menjadi orang yang super keras, egois dan tak mau dibantah, lalu yang terakhir Erika Guruh—yah, diantara semua nama yang saya sebutkan, saya memang lebih suka dengan Erika Guruh—yang super blak-blakan, banyol, ngakak, boros namun pada akhirnya selalu luluh dihadapan Viktor Yamada, si ojek—baca : pacar—kesayangan.

Diantara semua karakter ini, karakter yang paling saya sukai rupanya agak-agak mengejutkan, yaitu Nikki—kelihatannya semua orang langsung hening saat tahu saya suka tokoh antagonis ini, ya?— kenapa? Hmm, sebenarnya ini hanya selera pribadi, sih, saya selalu menyukai karakter antagonis daripada tokoh utamanya, karena, mereka-lah yang membuat plot di cerita ini menjadi sangat menarik. Dan karakter Nikki di Omen Series sebagai tokoh antagonis benar-benar membuat saya penasaran—sekali lagi Lexie Xu berhasil membuat karakter antagonis yang kece banget— Nikki yang hipokrit, manipulatif, pandai memutarbalikkan fakta jelas membuat saya tertarik, terutama senyuman Nikki yang kelewat lebar sehingga membuat wajahnya terbagi dua—nah, saya paling penasaran dengan hint yang satu ini—dan semoga saja, Nikki bisa jadi model cover di novel Omen selanjutnya^^ (ngelirik penuh harap ke Kalex, kak Regina Feby si illustrator novel, serta kak Vera si editor Omen Series).

Dan ini berarti, dengan Omen 5 yang diacungi jempol oleh banyak pembaca, tugas terbaru Lexie Xu adalah meningkatkan Omen 6 dan Omen 7 ke tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya. Keep writing, Lexie Xu!^^